KURNIAWAN'S FAMILY

Kurniawan's Family

Kamis, 21 Oktober 2010

Babies

Someday, will have the cutest one...









Picture taken from
-http://pendhowo.com/foto-foto-bayi-lucu-saat-tidur-imoet-imoet/
-http://bima.ipb.ac.id/~anita/babies.htm

Sabtu, 09 Oktober 2010

Laki-laki, perempuan dan sayap



“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” (Bung Karno).

Kamis, 07 Oktober 2010

Indonesia, Juara Film Pendek di Amerika berkat Video “Belajar Demokrasi”



*Di kampus, saya bergabung di Redaksi Majalah Kampus "EDUKASI". Sebagai Staf Artikel, job discription saya adalah mengumpulkan, menyaring artikel yang masuk dari crew maupun luar edukasi (teman-teman mahasiswa) yang selanjutnya akan masuk penyuntingan akhir di meja Editor. Nah, selain itu saya juga ditugasi untuk membuat artikel tentang pendidikan. Beberapa waktu lalu, saya baca di Surat Kabar dan internet tentang mahasiswa Indonesia yang memenangkan kompetisi Film Pendek di Amerika, berkat Video “Belajar Demokrasi”. Dari berbagai sumber jadilah seperti ini. Semoga tidak mengecewakan ya, sekedar pengen share aja :))*


Setelah sekian bulan Indonesia menjadi negara terkenal didunia dikarenakan efek buruk sebuah video mesum, kali ini kita patut berbagga hati karena sebuah video karya anak bangsa berhasil memenangi kompetisi video tahunan Amerika Serikat.
Video yang berdurasi berkisar 2 menit 10 detik ini cukup menarik perhatian , bahkan membuat kita terpingkal sekaligus membuat kita sadar sisi lain sebuah pernyataan demokrasi.

Film berjudul Democrazy is Yet to Learn (Masih Belajar) karya Adhyatmika (21) , berhasil menyingkirkan ratusan film dari 700 peserta dari berbagai belahan dunia. Dan tentu saja hal ini sangat membanggakan.
Film tersebut mengambil setting di kelas sebuah SD. Seorang guru menulis pertanyaan di papan apa itu demokrasi. Kelas tersebut berisi sembilan murid yang mewakili unsur-unsur sosial dalam masyarakat. Yakni, pengusaha, anggota parlemen, polisi, petani, wartawan, dokter, artis, insinyur, dan anak SD. Namun, tak ada satu pun yang bisa menjawab pertanyaan ibu guru.

Tiap karakter saling melempar tanggung jawab dan menggeleng. Sampai akhirnya, si anak SD memberanikan diri maju ke depan untuk menjawab pertanyaan apa itu demokrasi. Spidol sudah di tangan, namun belum sampai si anak menuliskan jawabannya, bel pulang sekolah berdering. Akhirnya, tak ada satu pun yang bisa menjawab apa itu demokrasi. Lalu, adegan ditutup dengan kalimat: Masih Belajar.
Film ini , awalnya menjadi finalis untuk wilayah Asia Timur-Pasifik, setelah melalui beberapa kompetisi akhirnya video singkat yang disutradari Adhyatmika itu mampu mengharumkan nama Indonesia di forum internasional. Film Democrazy is Yet to Learn (Masih Belajar) terpilih sebagai pemenang beserta 5 pemenang dari wilayah dunia lainnya. Siapa menyangka, video singkat yang disutradari Adhyatmika itu mampu mengharumkan nama Indonesia di forum internasional.

Pemenang kompetisi video tahunan yang diselenggarakan oleh Democracy Video Challenge Amerika Srikat nantinya akan diundang ke Washington DC dan dijadwalkan akan bertemu Hillary Clinton pada Oktober 2010 mendatang untuk ikut serta dalam mempromosikan ide-ide tentang demokrasi.

Nah, dampak dari kemenangan Indonesia ini membuat orang Amerika akan semakin tahu tentang Indonesia, bahwa orang Indonesia juga dapat membuat film yang dianggap baik, dan kreatif. Disisi lain, karena voting memakai teknologi youtube, bisa jadi menunjukkan pada dunia bahwa rakyat Indonesia ternyata juga patut diperhitungkan dalam teknologi IT.

Selasa, 05 Oktober 2010

PERSATUAN KEMANDIRIAN INDIVIDU



Ya, saya tidak lagi mendapatkan pemahaman yang sama mengenai arti kata "kita".

"Kita" yang saya rasakan dahulu artinya adalah bekerjasama, saling menolong, saling mengasihi. Sebuah dogma semenjak kanak yang mempondasi bangunan-pikir saya mengenai cara peradaban manusia bekerja. Sungguh, saya terkesima sekali dengan konsep kerjasama, tolong-menolong, saling kasih, ya hal-hal semacam itu. Professor favorit saya suka mengidentikkan kerjasama adalah manifestasi dari persaudaraan (brotherhood), koperasi (co-operation), atau ukhuwah.

Saya sendiri menolak paradigma bahwa Homo Homini Lupus, manusia bak binatang saling makan satu sama lain secara naluriah. Tidak, manusia tidak tercipta dengan naluri alami serendah itu. Hakekat manusia adalah tentang nurani untuk memproduksi, mencapai suatu keindahan, keserasian, keselarasan, kebahagiaan bersama dengan sahabat-kerabat.

Lalu bagaimana penjelasan dari PERANG!? dari persaingan!?
Saya menyebut itu adalah gerak lanjutan sebagai dampak dari adanya naluri alamiah manusia untuk melindungi diri (self-defense mechanisms). Nah, bila teledor mendesain diri dengan semangat yang positif, pastilah akan timbul rasa saling curiga, saling merasa tersaingi, saling merasa terancam. Imbas ikutannya adalah manusia menyempitkan ruang dermawannya, saling merasa serakah menguasai sesuatu, yang seolah cuma itu satu-satunya properti isi bumi. Orang akan terbentuk menjadi sebuah makhluk yang berparadigma selalu was-was untuk menjalin kekerabatan.

MENGHINDARI CARA PANDANG YANG SALAH
Menurut saya awalnya adalah mengenai cara pandang. Cara pandang seseorang yang rancu antara naluri, nurani, atapun nafsu diri tak hayal mengglincirkan manusia dengan mudah untuk pasti SALAH mendeskripsikan musuh (baca: lawan). Lalu tiba-tiba semua di sekeliling kita, yang jelas dalam satu atau lain hal berbeda dengan kita, terpotensi jadi musuh yang tega menggigit kita kapan dan dari sisi manapun juga. Hidup kita alih-alih waspada, umumnya adalah fase-fase awal paranoid (baca: ketakutan yang berlebihan).

Musuh kita bukanlah orang lain. Musuh kita adalah kemiskinan, keminderan, kebodohan. Salah menentukan musuh dalam hidup berakibat fatal. Nafsu diri harus dikelola, sehingga selaras dengan nurani. Saling bunuh adalah nafsu, sama sekali bukan naluri yang berasal dari nurani alami. Karena nurani manusia secara alami adalah bekerjasama. Melebur "aku, kamu, dia, mereka" menjadi "kita".

KITA
Saya berkeyakinan bahwa suatu dasar kecakapan memimpin adalah seni mempertemukan kepentingan. Energi yang jenius sangat dibutuhkan untuk seorang pemimpin terus menguatkan kumpulan pengikutnya. Pengikut, yang tentu saja dengan segala keberagamannya, segala keberbedaan kepentingannya.

Pemimpin harus cerdas dan kreatif mencari cara untuk menyolidkan orang-orangnya, menemukan teknik paling efisien dan terefektif merubah "aku, kamu, dia, mereka" menjadi "kita".

"Kita", bagi saya sekarang adalah lebih ke bagaimana saya memberi dan melayani orang-orang terdekat di kehidupan saya. Jadi saya sangat terobsesi untuk tidak ada saling tolong, saya yang tak kenal lelah harus menolong. Bukan saling kasih, tapi saya yang harus punya samudera kasih sehingga bisa terus mengasih. Saya sebisa mungkin tidak membutuhkan iba atau membutuhkan bantuan orang lain. Sayalah yang harus memberikan, bukan mengharap-menggantungkan orang berkasihan. "Kita" menurut saya bukanlah sekumpulan pecundang yang saling menunggu dibantai kala perang. Tapi "kita" adalah kumpulan orang hebat dalam -kemandirian individu-, yang secara sadar bersatu untuk terus meningkatkan mutu. Kita menuliskan sejarah, kita menggubah jaman, kitalah bangsa besar itu.

Saya adalah pemimpin, dan tetap seperti itu mati saya ingin dikenang orang.

-Andik Kurniawan, 11 September 2010-
Untuk Perdamaian Dunia






IMAGINE

Imagine there's no Heaven
It's easy if you try
No hell below us
Above us only sky
Imagine all the people
Living for today

Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace

**
You may say that I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will be as one

Imagine no possessions
I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
Imagine all the people
Sharing all the world

You may say that I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will live as one

(John Lennon, 1971)